BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kehamilan ektopik merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi
yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa
yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat
beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa
reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri
perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam
proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan
proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai
macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar
rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya,
juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang
terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan
berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih
tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai.
Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba,
khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik
disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang
satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya
Kehamilan ektopik pada tahun 1987 di RSCM terdapat 153 kasus
diantara 4007 kehamilan, atau 1 diantara 26 kehamilan. Sementara dalam
kepustakaan, dilaporkan angka kehamilan ektopik berkisar diantara 1 : 28 sampai
1: 329 tiap kehamilan. Di Amerika Serikat ditemukan kehamilan ektopik sebesar 2
kasus dalam tiap 100 kehamilan, dan lebih dari 95% melibatkan tuba Falopii.
Angka kehamilan ektopik
per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan
berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan
peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat
adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang
panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan
infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan
ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11%
kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.
Sekurangnya 95 %
implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang
paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika,
infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi
yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.
Sebagai suatu keadaan
yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut para ahli kebidanan untuk
mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan
primer pada kehamilan ektopik adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan
penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini
tampaknya efektif dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada
pengobatan kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan
KE harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para
dokter harus memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek
samping dari terapi medisinalis.
Frekuensi kehamilan ektopik yang
sebenarnya sukar ditentukan karena gejala dininya tidak terlalu jelas. Tidak
semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau ruptur tuba.
Sebagian hasil konsepsi mati dan diresorbsi.
1.2
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana gambaran tentang kehamilan
ektopik ?
2.
Bagaimana penyebab terjadinya kehamilan
ektopik?
3.
Apa saja gejala-gejala kehamilan ektopik?
1.3
Tujuan
dan Mamfaat
1.
Mengetahui tentang kehamilan ektopik.
2.
Mengetahui epidemiologi kehamilan
ektopik.
3.
Mengetahui memperluas ilmu tentang kehamilan
ektopik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa
Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti
tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang
semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam
hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik atau
juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang
sudah dibuahi tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat
ada tempat yang lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba
falopi atau saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung
telur. Atau dengan kata lain, kehamilan ektopik meruapakan suatu kondisi dimana
sel telur yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat
seharunya, yaitu uterus. Jika sel telur yang telah dibuahi
menempel pada saluran telur, hal ini akan menyebabkan bengkaknya atau pecahnya
sel telur akibat pertumbuhan embrio.
Kehamilan ektopik
menimpa sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan hal ini merupakan suatu kondisi
darurat dimana dibutuhkan pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan kondisi
ini sangat berbahaya dan mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan oleh
perdarahan dalam rongga abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar. Dalam
kasus kehamilan ektopik, janin memiliki kemungkinan yang sangat kecul untuk
dapat bertahan hidup. Namun di sejumlah kondisi kecil, contoh pada kehamilan
abdominal, kehamilan dan janin bisa bertahan hingga masa persalinan dan jika persalinan
dilakukan dengan cara caesar, maka ada harapan serta kemungkinan bayi untuk
dapat bertahan hidup.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan
yang terjadi bila telur dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uteri. Kehamilan ektopik tidak sama dengan kehamilan ekstrauterin, karena
kehamilan pada pars interstitialis tuba ataupun pada kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus rudimenter, dan divertikel pada
uterus.
KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu
memiliki pengertian sebagai kehamilan ektopik yang mengalami gangguan, berupa
perdarahan (umumnya akibat ruptur tuba), yang menimbulkan gejala pada pasien.
Adanya kehamilan ektopik saja umumnya tidak menimbulkan gejala atau gangguan
yang berarti.
Resiko terjadinya kematian
pada kehamilan ektopik jauh lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan normal.
Selain itu, kemungkinan terjadinya kehamilan normal yang berhasil juga menurun
setelah terjadinya kehamilan ektopik. Walaupun begitu, dengan dilakukannya
diagnosis dini yang tepat, angka keselamatan maternal dan konservasi fungsi
reproduksi dapat ditingkatkan.
Hal-hal yang
juga meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik dewasa ini adalah :
- Peningkatan
prevalensi penyakit menular seksual yang menginfeksi dan merusak tuba
- Deteksi
kehamilan ektopik dini
- Pemakaian
antibiotika
- Meningkatnya
penggunaan kontrasepsi yang menjadi predisposisi terjadinya kehamilan
ektopik
- Penggunaan
teknik sterilisasi tuba
- Penggunaan
teknik bantuan reproduksi (fertilisasi in vitro)
- Operasi
tuba, termasuk salpingotomi dan tuboplasti (untuk infertilitas)
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan
ektopik berumur 20-40 th dengan umur rata-rata 30 th. Frekuensi berulang
berkisar 1-14,6 %
2.2. Insidens
Insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan
alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis
sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan
kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan
kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan
ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian
kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi,
seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi
kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64
hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada
multigravida.
Kehamilan
ektopik masih menjadi penyebab utama kematian ibu hamil di Amerika Serikat dan
merupakan penyebab tersering mortalitas ibu pada trimester pertama. Akan
tetapi, angka kefatalan kasus (case-fatality-rate) menurun secara bermakna
antara tahun 1970 dan 1989. Penurunan drastis kematian akibat kehamilan ektopik
ini mungkin disebabkan oleh membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan.
2.3.
faktor-faktor peningkatan risiko Kehamilan ektopik
Berbagai
macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang
ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik. Beberapa faktor yang
dihubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya:
Faktor dalam tuba:
- Endosalpingitis,
menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
- Hipoplasia
uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
- Operasi
plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dan menyebabkan lumen
tuba menyempit
Faktor pada dinding tuba:
- Endometriosis,
sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
- Divertikel
tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat tersebut
Faktor di luar dinding tuba:
- Perlekatan
peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba, mengakibatkan terjadinya
hambatan perjalanan telur
- Tumor
yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan lumen tuba
- Pelvic
Inflammatory Disease (PID)
Faktor lain:
- Hamil
saat berusia lebih dari 35 tahun
- Migrasi
luar ovum, sehingga memperpanjang waktu telur yang dibuahi sampai ke
uterus
- Fertilisasi
in vitro
- Penggunaan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
- Riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya
- Merokok
- Penggunaan
dietilstilbestrol (DES)
- Uterus
berbentuk huruf T
- Riwayat
operasi abdomen
- Kegagalan
penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin saja
- Ruptur
appendix
Chlamydia merupakan
pathogen yang penting dan seringkali menyebabkan kerusakan tuba, meningkatkan
resiko terjadinya kehamilan tuba. Sebagian besar infeksi oleh Chlamydia bersifat
lambat dan cenderung asimptomatik, sehingga sering tidak dikenali. Chlamydia telah
berhasil dikultur dari 7-30% pasien dengan kehamilan tuba. Keterkaitan yang
kuat antara infeksi Chlamydia dan kehamilan tuba ditunjukkan
melalui tes serologi terhadap patogen tersebut. Angka kejadian implantasi di
tuba meningkat 3 kali lipat pada wanita dengan titer anti-Chlamydia
trachomatis melebihi 1:64 dibandingkan titer negatif.
2.4. Penyebab Kehamilan Ektopik
Kehamilan
ektopik biasanya disebabkan oleh berbagai hal, dan yang paling sering adalah
disebabkan adanya infeksi pada saluran falopi (tuba falopi - fallopian
tube). Kehamilan ektopik besar kemungkinan terjadi pada kondisi:
- Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
(terdapat riwayat kehamilan ektopik)
- Ibu pernah mengalami operasi pembedahan pada
daerah sekitar tuba falopi
- Ibu pernah mengalami Diethylstiboestrol (DES)
selama masa kehamilan
- Kondisi tuba fallopi yang mengalami kelainan
kongenital
- Memiliki riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS)
seperti gonorrhea, klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease)
2.5. Patologi
Sebagian
besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering
adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus intersisialis.
Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat
terjadi pada abdomen, ovarium, atau servix.
Sites and frequencies of ectopic
pregnancy.
By Donna M. Peretin, RN. (A)
Ampullary, 80%; (B) Isthmic, 12%; (C) Fimbrial, 5%; (D) Cornual/Interstitial,
2%; (E) Abdominal, 1.4%; (F) Ovarian, 0.2%; (G) Cervical, 0.2%.
Berdasarkan implantasi hasil
konsepsi pada tuba, terdapat :
- Kehamilan pars interstitialis
- Kehamilan pars ismika
- Kehamilan pars ampullaris
- Kehamilan infundibulum
Yang termasuk kehamilan
ektopik di luar tuba adalah:
- Intraligamenter
- Kehamilan servikal
- Kehamilan abdominal
- Tanduk uterus rudimenter
Janin pada kehamilan ektopik tidak
dapat bertumbuh dengan baik dan sempurna, karena berbagai kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin tidak dapat dipenuhi di luar uterus,
termasuk didalamnya adalah reaksi desidua, sirkulasi darah, serta kebutuhan
akan ruang. Namun tahap awal gestasi tetap dapat terjadi di luar uterus. Pada
umumnya janin tidak dapat bertahan hidup akibat ruptur atau involusi dari
kantung gestasi.
Nidasi telur pada tuba dapat terjadi
secara kolumner atau interkolumner. Perkembangan selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi, sehingga biasanya telur mati dini, kemudian
diresorbsi. Hormon estrogen dan progesteron, yang dihasilkan oleh korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus membesar dan menjadi lembek, endometrium
juga dapat berubah menjadi desidua. Fenomena Arias-Stella juga dapat ditemukan,
yaitu sel epitel menjadi besar dengan inti hipertrofik, hiperkromatik, lobuler,
dan bentuknya tidak teratur, sitoplasma berlubang atau berbusa, dan kadang
ditemukan mitosis. Perdarahan pada kehamilan ektopik terganggu (KET) berasal
dari pelepasan desidua yang degeneratif.
2.6. Patogenesis
Tuba bukan
merupakan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga janin tidak dapat
bertumbuh secara utuh. Tuba tidak memiliki lapisan submukosa, sehingga ovum
yang telah dibuahi akan menginvasi epithelium dan langsung masuk ke lapisan
muskular. Pada bagian perifer zigot terdapat kapsul yang terdiri dari sel
trofoblas dengan tingkat proliferasi tinggi, yang terus menginvasi dan mengikis
lapisan muskularis di bawahnya. Pada saat yang bersamaan, pembuluh darah
maternal terbuka, dan darah mengalir keluar ke ruang diantara trofoblas atau
jaringan sekitarnya. Dinding tuba yang berkontak dengan zigot hanya memiliki
tahanan yang sangat terbatas terhadap invasi trofoblas, sehingga mudah terjadi
perforasi.
Sebagian besar kehamilan ektopik
terganggu pada usia kehamilan 6-10 minggu. Beberapa hal yang dapat terjadi pada
hasil konsepsi:
- Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
- Abortus ke dalam lumen tuba
- Ruptur dinding tuba
Abortus
Tuba. Frekuensi terjadinya abortus tuba tergantung pada tempat
terjadinya implantasi zigot. Aborsi paling sering terjadi pada kehamilan tuba
pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering ditemukan pada kehamilan pars
isthmus. Akibat langsung dari terjadinya perdarahan adalah adanya gangguan
hubungan antara plasenta, membran, dan dinding tuba. Bila terjadi pemisahan
plasenta secara lengkap, seluruh produk konsepsi dapat dikeluarkan melalui
ujung fimbriae ke rongga peritoneum. Pada saat ini, perdarahan berkurang dan
gejala berangsur-angsur menghilang. Beberapa perdarahan terjadi secara persisten
selama produk konsepsi masih berada di tuba. Darah secara perlahan akan
mengalir ke rongga peritoneum dan terkumpul pada Kavum Douglas retrouterina.
Bila ujung fimbriae mengalami oklusi, tuba falopii dapat terdistensi secara
perlahan oleh darah, mengakibatkan terjadinya hematosalpink.
Ruptur Tuba. Invasi
dari produk konsepsi dapat mengakibatkan ruptur tuba. Umumnya kasus kehamilan
ektopik mengalami ruptur pada trimester I. Bila ditemukan adanya ruptur tuba
pada minggu-minggu pertama kehamilan, kemungkinan kehamilan ektopik terletak
pada pars isthmus tuba. Ruptur dapat terjadi spontan atau terkait trauma
seperti koitus atau pemeriksaan bimanual.
Setelah terjadi ruptur, pasien
umumnya menunjukkan tanda-tanda hipovolemi. Pada kasus yang jarang, hasil konsepsi
yang masih kecil dikeluarkan dari tuba dan berimplantasi di rongga peritoneum,
mendapatkan sirkulasi yang adekuat dari organ sekitar sehingga akhirnya dapat
bertahan hidup dan berkembang. Walaupun begitu, umumnya hasil konsepsi yang
masih kecil akan diresorbsi. Bila ukurannya lebih besar, hasil konsepsi dapat
bertahan dalam tubuh dan mengalami kalsifikasi menjadi lithopedion.
2.7. Gambaran klinik
Gambaran
klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur.
Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan
per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang
dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain
gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa
vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen
bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila
perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada
bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau
massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus
dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau
folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks
digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya
pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian bawah,
vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena
lembek.
Nyeri
merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan
intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam
keadaan syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea
juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien
tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya.
Pada saat usia kehamilan mencapai
usia 6-10 minggu, biasa ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan
mengalami gejala:
- Ibu hamil mengalami rasa sakit pada daerah panggul
salah satu sisinya dan biasanya terjadi dengan tiba-tiba
- Mengalami kondisi perdarahan vagina di luar
jadwal menstruasi atau menstruasi yang tidak biasa
- Mengalami rasa nyeri yang sangat pada daerah
perut bagian bawah
- Ibu hamil mengalami pingsan
Secara umum, tanda dan gejala
kehamilan ektopik adalah:
- Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai
amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal
- Menstruasi abnormal
- Abdomen dan pelvis yang lunak
- Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke
satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat
ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
- Penurunan tekanan darah dan takikardi bila
terjadi hipovolemi.
- Massa pelvis
- Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya
hemoperitoneum yang ditandai adanya cairan bercampur bekuan darah lama
atau cairan bercampur darah.
2.8. Diagnosis
Walaupun
diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat yaitu:
1.
Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan
muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan /
kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
2.
Pemeriksaan fisis
Ø
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di
daerah adneksa.
Ø
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi,
pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut
tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
Ø
Pemeriksaan ginekologis
3.
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan,
nyeri pada uteris kanan dan kiri.
4.
Pemeriksaan Penunjang
Ø Laboratorium
: Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah
sel darah merah dapat meningkat.
Ø USG : -
Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
o Adanya
kantung kehamilan di luar kavum uteri
o Adanya massa
komplek di rongga panggul
5.
Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk
mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
6.
Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
7.
Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila
ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
2.9.
Pengobatan dan Penanganan
Dokter
akan selalu membatalkan kondisi kehamilan ektopik dengan cara pemberian
obat-obatan untuk menahan perkembangan embrio. Efek jangka panjang akan dapat
terhindarkan jika, kehamilan ektopik dapat terdekteksi sejak dini. jika
kehamilan ektopik telah terdektesi sejak dini, hal ini dapat ditangani dengan
pemberian obat suntik agar dapat diserap oleh tubuh ibu hamil, hal ini dapat
menyebabkan kondisi tuba falopi masih dalam keadaan utuh. Jika kondisi serius,
seperti jika tuba falopi telah mengembang, maka dokter akan melakukan operasi.
Penanganan
kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan
selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa
hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil
ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba
yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG
(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih
adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan
pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau
dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa
darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kehamilan ektopik atau
juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang
sudah dibuahi tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat
ada tempat yang lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba
falopi atau saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung
telur. Atau dengan kata lain, kehamilan ektopik meruapakan suatu kondisi dimana
sel telur yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat
seharunya, yaitu uterus.
Kehamilan ektopik pada tahun 1987 di RSCM terdapat 153 kasus
diantara 4007 kehamilan, atau 1 diantara 26 kehamilan. Sementara dalam
kepustakaan, dilaporkan angka kehamilan ektopik berkisar diantara 1 : 28 sampai
1: 329 tiap kehamilan. Di Amerika Serikat ditemukan kehamilan ektopik sebesar 2
kasus dalam tiap 100 kehamilan, dan lebih dari 95% melibatkan tuba Falopii.
Angka kehamilan ektopik
per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan
berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan
peningkatan dalam beberapa dekade ini.
Resiko terjadinya kematian
pada kehamilan ektopik jauh lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan normal.
Selain itu, kemungkinan terjadinya kehamilan normal yang berhasil juga menurun
setelah terjadinya kehamilan ektopik. Walaupun begitu, dengan dilakukannya
diagnosis dini yang tepat, angka keselamatan maternal dan konservasi fungsi
reproduksi dapat ditingkatkan.
3.2
Saran
1. Kepada ibu hamil
harus menjaga kandungannya supaya tidak terkena kehamilan ektopik
2. Bila ada
keluhan langsung periksa kan ke dokter dan pelayanan kesehatan
3. Bagi
dokter dan bidan harus menangani masalah kahamilan ektopik harus tuntas dan
telaten.
DAFTAR PUSTAKA
- Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi
kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal.
323-334.
- www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan
luar kandungan/page:1-4
- Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu
Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, 1999, Hal 250-255.
- www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
- Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
- Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal.
267-271.
- Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri,
Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.
- Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman
Diagnosa Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, 1999. Hal. 104-105.