Saturday 16 March 2013

sanitasi lingkungan


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua orang) dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara insidentil maupun terus menerus, (Suparlan 1977).
Tempat-tempat ibadah merupakan salah satu sarana tempat-tempat umum yang dipergunakan untuk berkumpulnya masyarakat guna melaksanakan kegiatan ibadah. Masalah kesehatan lingkungannya merupakan suatu masalah yang perlu di perhatikan dan ditingkatkan. Dalam hal ini pengelola/pengurus tempat-tempat ibadah tersebut perlu dan sangat perlu untuk diberikan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan tempat-tempat umum (tempat ibadah) guna mendukung upaya peningkatan kesehatan lingkungan melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan tempat umum, termasuk pengendalian pencemaran lingkungan.
            Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu – waktu tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam.
 Masjid-masjid besar di Indonesia pada umumnya dibangun dengan konsep masjid berkubah berbentuk setengah bola atau dome. Semestinya, pada saat merancang masjid, desain akustik tidak boleh dikesampingkan karena berpengaruh terhadap kualitas bunyi yang diterima pendengar diakibatkan dari suara dengung di dalam ruang masjid. Kegiatan yang sering dilakukan di dalam masjid adalah kegiatan yang menimbulkan kejelasan penyampaian suara, seperti sholat berjamaah dan ceramah agama.
Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum. 
Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit.



BAB I
PEMBAHASAN


2.1  Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya merugikan/ berbahaya terhadap perkembangan fisik , kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.
Definisi Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah suatu tempat dimana umum (semua orang) dapat masuk ke tempat tersebut untuk berkumpul mengadakan kegiatan baik secara insidentil maupun terus menerus, (Suparlan 1977).
Suatu tempat dikatakan tempat umum bila memenuhi kriteria :
1.Diperuntukkan masyarakat umum.
2.Mempunyai bangunan tetap/ permanen.
3.Tempat tersebut ada aktivitas pengelola,pengunjung/ pengusaha.
4. Pada tempat tersebut tersedia fasilitas :
a.Fasilitas kerja pengelola.
     b.Fasilitas sanitasi, seperti penyediaan air bersih, bak sampah, WC/ Urinoir, kamar mandi
Jadi sanitasi tempat-tempat umum adalah suatu usaha untuk mengawasi dan mencegah kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit. Untuk mencegah akibat yang timbul dari tempat-tempat umum.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam sanitasi tempat-tempat umum dapat berupa :
1.      Pengawasan dan pemeriksaan terhadap factor lingkungan dan factor manusia yang melakukan kegiatan pada tempat-tempat umum.
2.      Penyuluhan terhadap masyarakat terutama yang menyangkut pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari tempat-tempat umum.



Peran sanitasi tempat-tempat umum dalam kesehatan masyarakat adalah usaha untuk menjamin :
1.      Kondisi fisik lingkungan TTU yang memenuhi syarat :
a.   Kualitas kesehatan.
b.   Kualitas sanitasi.
2.      Psikologis bagi masyarakat :
a.   Rasa keamanan (security) : bangunan yang kuat dan kokoh sehingga tidak menimbulkan rasa takut bagi pengunjung.
b.   Kenyamanan (confortmity) : misalnya kesejukkan.
c.   Ketenangan (safety) : tidak adanya gangguan kebisingan, keramaian kendaraan.

2.1.1   Pemeriksaan Sanitasi Tempat Ibadah (Masjid)

Tempat-tempat ibadah merupakan salah satu sarana tempat-tempat umum yang dipergunakan untuk berkumpulnya masyarakat guna melaksanakan kegiatan ibadah. Masalah kesehatan lingkungannya merupakan suatu masalah yang perlu di perhatikan dan ditingkatkan. Dalam hal ini pengelola/pengurus tempat-tempat ibadah tersebut perlu dan sangat perlu untuk diberikan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang berhubungan dengan tempat-tempat umum (tempat ibadah) guna mendukung upaya peningkatan kesehatan lingkungan melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan tempat umum, termasuk pengendalian pencemaran lingkungan.
Dengan peran serta dari pengurus tempat-tempat ibadah diharapkan :
  1. Berubahnya atau terkendalinya atau hilangnya semua unsur fisik dan lingkungan yang terdapat dilingkungan tempat ibadah yang dapat memberi pengaruh jelek terhadap kesehatan
  2. Meningkatnya mutu kesehatan lingkungan tempat-tempat ibadah.
  3. Terwujudnya kesadaran dan keikutsertaan masyarakat dan sektor lain dalam pelestarian dan peningkatan penyehatan lingkungan tempat-tempat ibadah.
  4. Terlaksananya pendidikan kesehatan tentang peningkatan kesehatan lingkungan .
  5. Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sanitasi tempat-tempat ibadah.
a.   Pengertian Masjid.
Masjid adalah suatu tempat termasuk fasilitasnya, dimana umum, pada waktu – waktu tertentu berkumpul untuk melakukan ibadah keagamaan Islam. Dasar pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Masjid adalah Kep. Menkes 288/Menkes/SK/III/2003 tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan Bangunan Umum. 

Komponen penilaian meliputi :
1. Letak
Sesuai dengan rencana tata kota
- Tidak berada pada arah angin dari sumber pencemaran (debu,asap,bau dan cemaran lainx)
- Tidak berada pada jarak < 100 meter dari sumber pencemaran debu, asap, bau & cemaran lainnya

2. Kontruksi
3. Persyaratan, seperti :
a. Alat sembahyang
b. Lantai
-Kuat, tidak terbuat dari tanah, bersih, rapat air, tidak licin dan mudah dibersihkan.
c. Ventilasi
- Minimal 10% dari luas bangunan, sejuk dan nyaman (tdk pengap dan tdk panas)
d. Pencahayaan
e. Tempat sandal dan sepatu
f. Tersedia tempat sandal dan sepatu yang khusus

b.   Persyaratan Kondisi Masjid

      1.  Persyartan Kesehatan Lingkungan dan bangunan Umum :
      a. Lokasi masjid tidak terletak di daerah banjir dan sesuai dengan perencanaan tata Kota Meulaboh
b.  Bersih dan tertata rapi dan system drainase berfungsi dengan baik.
      c.  Tidak terdapat genangan air di lingkungan/ halaman masjid.
d.  Terdapat pagar yang kuat dan terpelihara dengan baik.
e.  Lantai masjid bersih, kuat, kedap air, tidak licin dan permukaanya rata.
f. Dinding masjid bersih berwarna terang dan permukaan yang selalu kontak dengan air kedap air.
g. Atap ruangan masjid harus kuat, tidak tidak bocor serta tidak memungkinkan terjadinya genangan air.
h.  Langit-langit masjid harus memiliki tinggi dari lantai minimal 2,5 meter, kuat serta berwarna terang.
i.  Pencahayaan dalam ruangan masjid harus cukup terang.
j. Memiliki ventilasi yang dapat mengatur sirkulasi udara baik ventilasi alami maupun buatan, sehingga kondisi ruangan menjadi terasa nyaman.
k.  Alat sholat bersih dan tidak lembab, selalu dibersihkan dan dijemur secara periodic, bebas dari kutu busuk dan serangga lainnya. sepanjang bagian depan shaf dipasang kain putih yang bersih dengan lebar 30 cm2 yang digunakan untuk tempat bersujud.

2)      Fasilitas Sanitasi :

      1. Air Bersih
- Jumlah mencukupi / selalu tersedia setiap saat
- Tidak berbau, tidak berasa & tidak berwarna
- Angka kuman tidak melebihi NAB
- Kadar bahan kimia tidak melebihi NAB
2. Pembuangan Air Kotor
- Terdapat penampungan air limbah yang rapat serangga
- Air limbah mengalir dengan lancar
- Saluran kedap air
- Saluran tertutup
3. Toilet/ WC
- Bersih
- Letaknya tidak berhubungan langsung dengan bangunan utama
- Tersedia air yang cukup
- Tersedia sabun & alat pengering
- Toilet pria & wanita terpisah
- Jumlahnya mencukupi untuk pengunjung terbanyak
- Saluran pembuangan air limbah dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
- Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar
4. Peturasan
- Bersih
- Dilengkapi dengan kran pembersih
- Jumlahnya mencukupi
5. Tempat Sampah
- Tempat sampah kuat, kedap air, tahankarat, dan dilengkapi dengan penutup
- Jumlah tempat sampah mencukupi
- Sampah diangkut setiap 24 jam ke TPA
- Kapasitas tempat sampah terangkat oleh 1 orang
6. Tempat Wudhu
• Bersih
• Terpisah dari toilet, peturasan, & ruang mesjid
• Air wudhu keluar melalui kran – kran khusus & jumlahnya mencukupi
• Kolam air wudhu tertutup (rapat serangga)
• Tidak terdapat jentik nyamuk pada kolam air wudhu
• Limbah air wudhu mengalir lancar
• Tempat wudhu pria dan wanita sebaiknya terpisah
7.Tempat Sembahyang
- Bersih, tidak berbau yang tidak enak
- Bebas kutu busuk & serangga lainnya
- Sepanjang bagian depan tiap sap dipasang kain putih yang bersih dengan lebar 30 cm sebagai tempat sujud
8.Tempat sandal dan sepatu
- Tersedia tempat sandal & sepatu yang khusus
- Bersih dan kuat


DAFTAR PUSTAKA

http://dwiafriapratama.blogspot.com/2012/01/pemeriksaan-inspeksi-sanitasi-tempat.html http://ardhikesehatanlingkungan.blogspot.com/2011/12/sanitasi-tempat-ibadah.html

Friday 15 March 2013

makalah ekstopik


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya
Kehamilan ektopik  pada tahun 1987 di RSCM terdapat 153 kasus diantara 4007 kehamilan, atau 1 diantara 26 kehamilan. Sementara dalam kepustakaan, dilaporkan angka kehamilan ektopik berkisar diantara 1 : 28 sampai 1: 329 tiap kehamilan. Di Amerika Serikat ditemukan kehamilan ektopik sebesar 2 kasus dalam tiap 100 kehamilan, dan lebih dari 95% melibatkan tuba Falopii.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari terapi medisinalis.
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan karena gejala dininya tidak terlalu jelas. Tidak semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau ruptur tuba. Sebagian hasil konsepsi mati dan diresorbsi.

1.2    Rumusan masalah
1.        Bagaimana gambaran tentang kehamilan ektopik ?
2.        Bagaimana penyebab terjadinya kehamilan ektopik?
3.        Apa saja gejala-gejala kehamilan ektopik?

1.3    Tujuan dan Mamfaat
1.        Mengetahui tentang kehamilan ektopik.
2.        Mengetahui epidemiologi kehamilan ektopik.
3.        Mengetahui memperluas ilmu tentang kehamilan ektopik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik atau juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang sudah dibuahi tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat ada tempat yang lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba falopi atau saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung telur. Atau dengan kata lain, kehamilan ektopik meruapakan suatu kondisi dimana sel telur yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat seharunya, yaitu uterus. Jika sel telur yang telah kehamilan ektopikdibuahi menempel pada saluran telur, hal ini akan menyebabkan bengkaknya atau pecahnya sel telur akibat pertumbuhan embrio.
Kehamilan ektopik menimpa sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan hal ini merupakan suatu kondisi darurat dimana dibutuhkan pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan kondisi ini sangat berbahaya dan mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan oleh perdarahan dalam rongga abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar. Dalam kasus kehamilan ektopik, janin memiliki kemungkinan yang sangat kecul untuk dapat bertahan hidup. Namun di sejumlah kondisi kecil, contoh pada kehamilan abdominal, kehamilan dan janin bisa bertahan hingga masa persalinan dan jika persalinan dilakukan dengan cara caesar, maka ada harapan serta kemungkinan bayi untuk dapat bertahan hidup.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik tidak sama dengan kehamilan ekstrauterin, karena kehamilan pada pars interstitialis tuba ataupun pada kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus rudimenter, dan divertikel pada uterus.
KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu memiliki pengertian sebagai kehamilan ektopik yang mengalami gangguan, berupa perdarahan (umumnya akibat ruptur tuba), yang menimbulkan gejala pada pasien. Adanya kehamilan ektopik saja umumnya tidak menimbulkan gejala atau gangguan yang berarti.
 Resiko terjadinya kematian pada kehamilan ektopik jauh lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu, kemungkinan terjadinya kehamilan normal yang berhasil juga menurun setelah terjadinya kehamilan ektopik. Walaupun begitu, dengan dilakukannya diagnosis dini yang tepat, angka keselamatan maternal dan konservasi fungsi reproduksi dapat ditingkatkan.
Hal-hal yang juga meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik dewasa ini adalah :
  1. Peningkatan prevalensi penyakit menular seksual yang menginfeksi dan merusak tuba
  2. Deteksi kehamilan ektopik dini
  3. Pemakaian antibiotika
  4. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang menjadi predisposisi terjadinya kehamilan ektopik
  5. Penggunaan teknik sterilisasi tuba
  6. Penggunaan teknik bantuan reproduksi (fertilisasi in vitro)
  7. Operasi tuba, termasuk salpingotomi dan tuboplasti (untuk infertilitas)

 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 th dengan umur rata-rata 30 th. Frekuensi berulang berkisar 1-14,6 %

2.2.  Insidens
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.
Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab utama kematian ibu hamil di Amerika Serikat dan merupakan penyebab tersering mortalitas ibu pada trimester pertama. Akan tetapi, angka kefatalan kasus (case-fatality-rate) menurun secara bermakna antara tahun 1970 dan 1989. Penurunan drastis kematian akibat kehamilan ektopik ini mungkin disebabkan oleh membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan.

2.3. faktor-faktor peningkatan risiko Kehamilan ektopik
Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kehamilan ektopik diantaranya:
Faktor dalam tuba:
  1. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
  2. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
  3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dan menyebabkan lumen tuba menyempit
Faktor pada dinding tuba:
  1. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
  2. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat tersebut
 Faktor di luar dinding tuba:
  1. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba, mengakibatkan terjadinya hambatan perjalanan telur
  2. Tumor yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan lumen tuba
  3. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
 Faktor lain:
  1. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
  2. Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjang waktu telur yang dibuahi sampai ke uterus
  3. Fertilisasi in vitro
  4. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
  5. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
  6. Merokok
  7. Penggunaan dietilstilbestrol (DES)
  8. Uterus berbentuk huruf T
  9. Riwayat operasi abdomen
  10. Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin saja
  11. Ruptur appendix
Chlamydia merupakan pathogen yang penting dan seringkali menyebabkan kerusakan tuba, meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tuba. Sebagian besar infeksi oleh Chlamydia bersifat lambat dan cenderung asimptomatik, sehingga sering tidak dikenali. Chlamydia telah berhasil dikultur dari 7-30% pasien dengan kehamilan tuba. Keterkaitan yang kuat antara infeksi Chlamydia dan kehamilan tuba ditunjukkan melalui tes serologi terhadap patogen tersebut. Angka kejadian implantasi di tuba meningkat 3 kali lipat pada wanita dengan titer anti-Chlamydia trachomatis melebihi 1:64 dibandingkan titer negatif.
2.4. Penyebab Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik biasanya disebabkan oleh berbagai hal, dan yang paling sering adalah disebabkan adanya infeksi pada saluran falopi (tuba falopi -  fallopian tube). Kehamilan ektopik besar kemungkinan terjadi pada kondisi:
  1. Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (terdapat riwayat kehamilan ektopik)
  2. Ibu pernah mengalami operasi pembedahan pada daerah sekitar tuba falopi
  3. Ibu pernah mengalami Diethylstiboestrol (DES) selama masa kehamilan
  4. Kondisi tuba fallopi yang mengalami kelainan kongenital
  5. Memiliki riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti gonorrhea, klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease)

2.5. Patologi
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium, atau servix.
Sites and frequencies of ectopic pregnancy.
By Donna M. Peretin, RN.  (A) Ampullary, 80%; (B) Isthmic, 12%; (C) Fimbrial, 5%; (D) Cornual/Interstitial, 2%; (E) Abdominal, 1.4%; (F) Ovarian, 0.2%; (G) Cervical, 0.2%.
 Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat :
  1. Kehamilan pars interstitialis
  2. Kehamilan pars ismika
  3. Kehamilan pars ampullaris
  4. Kehamilan infundibulum
 Yang termasuk kehamilan ektopik di luar tuba adalah:
  1. Intraligamenter
  2. Kehamilan servikal
  3. Kehamilan abdominal
  4. Tanduk uterus rudimenter
Janin pada kehamilan ektopik tidak dapat bertumbuh dengan baik dan sempurna, karena berbagai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin tidak dapat dipenuhi di luar uterus, termasuk didalamnya adalah reaksi desidua, sirkulasi darah, serta kebutuhan akan ruang. Namun tahap awal gestasi tetap dapat terjadi di luar uterus. Pada umumnya janin tidak dapat bertahan hidup akibat ruptur atau involusi dari kantung gestasi.
Nidasi telur pada tuba dapat terjadi secara kolumner atau interkolumner. Perkembangan selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi, sehingga biasanya telur mati dini, kemudian diresorbsi. Hormon estrogen dan progesteron, yang dihasilkan oleh korpus luteum graviditatis dan trofoblas, uterus membesar dan menjadi lembek, endometrium juga dapat berubah menjadi desidua. Fenomena Arias-Stella juga dapat ditemukan, yaitu sel epitel menjadi besar dengan inti hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan bentuknya tidak teratur, sitoplasma berlubang atau berbusa, dan kadang ditemukan mitosis. Perdarahan pada kehamilan ektopik terganggu (KET) berasal dari pelepasan desidua yang degeneratif.

2.6. Patogenesis
Tuba bukan merupakan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga janin tidak dapat bertumbuh secara utuh. Tuba tidak memiliki lapisan submukosa, sehingga ovum yang telah dibuahi akan menginvasi epithelium dan langsung masuk ke lapisan muskular. Pada bagian perifer zigot terdapat kapsul yang terdiri dari sel trofoblas dengan tingkat proliferasi tinggi, yang terus menginvasi dan mengikis lapisan muskularis di bawahnya. Pada saat yang bersamaan, pembuluh darah maternal terbuka, dan darah mengalir keluar ke ruang diantara trofoblas atau jaringan sekitarnya. Dinding tuba yang berkontak dengan zigot hanya memiliki tahanan yang sangat terbatas terhadap invasi trofoblas, sehingga mudah terjadi perforasi. 
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu pada usia kehamilan 6-10 minggu. Beberapa hal yang dapat terjadi pada hasil konsepsi:
  1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
  2. Abortus ke dalam lumen tuba
  3. Ruptur dinding tuba
Abortus Tuba. Frekuensi terjadinya abortus tuba tergantung pada tempat terjadinya implantasi zigot. Aborsi paling sering terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering ditemukan pada kehamilan pars isthmus. Akibat langsung dari terjadinya perdarahan adalah adanya gangguan hubungan antara plasenta, membran, dan dinding tuba. Bila terjadi pemisahan plasenta secara lengkap, seluruh produk konsepsi dapat dikeluarkan melalui ujung fimbriae ke rongga peritoneum. Pada saat ini, perdarahan berkurang dan gejala berangsur-angsur menghilang. Beberapa perdarahan terjadi secara persisten selama produk konsepsi masih berada di tuba. Darah secara perlahan akan mengalir ke rongga peritoneum dan terkumpul pada Kavum Douglas retrouterina. Bila ujung fimbriae mengalami oklusi, tuba falopii dapat terdistensi secara perlahan oleh darah, mengakibatkan terjadinya hematosalpink.
Ruptur Tuba. Invasi dari produk konsepsi dapat mengakibatkan ruptur tuba. Umumnya kasus kehamilan ektopik mengalami ruptur pada trimester I. Bila ditemukan adanya ruptur tuba pada minggu-minggu pertama kehamilan, kemungkinan kehamilan ektopik terletak pada pars isthmus tuba. Ruptur dapat terjadi spontan atau terkait trauma seperti koitus atau pemeriksaan bimanual.
 Setelah terjadi ruptur, pasien umumnya menunjukkan tanda-tanda hipovolemi. Pada kasus yang jarang, hasil konsepsi yang masih kecil dikeluarkan dari tuba dan berimplantasi di rongga peritoneum, mendapatkan sirkulasi yang adekuat dari organ sekitar sehingga akhirnya dapat bertahan hidup dan berkembang. Walaupun begitu, umumnya hasil konsepsi yang masih kecil akan diresorbsi. Bila ukurannya lebih besar, hasil konsepsi dapat bertahan dalam tubuh dan mengalami kalsifikasi menjadi lithopedion.

2.7. Gambaran klinik
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Pada saat usia kehamilan mencapai usia 6-10 minggu, biasa ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan mengalami gejala:
  1. Ibu hamil mengalami rasa sakit pada daerah panggul salah satu sisinya dan biasanya terjadi dengan tiba-tiba
  2. Mengalami kondisi perdarahan vagina di luar jadwal menstruasi atau menstruasi yang tidak biasa
  3. Mengalami rasa nyeri yang sangat pada daerah perut bagian bawah
  4. Ibu hamil mengalami pingsan
Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah:
  1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal
  2. Menstruasi abnormal
  3. Abdomen dan pelvis yang lunak
  4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
  5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
  6. Massa pelvis
  7. Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang ditandai adanya cairan bercampur bekuan darah lama atau cairan bercampur darah.
2.8. Diagnosis
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat yaitu:
1.             Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2.             Pemeriksaan fisis
Ø  Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
Ø  Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
Ø  Pemeriksaan ginekologis
3.             Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
4.             Pemeriksaan Penunjang
Ø  Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
Ø  USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
o   Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
o   Adanya massa komplek di rongga panggul
5.             Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
6.             Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
7.             Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.
2.9. Pengobatan dan Penanganan
Dokter akan selalu membatalkan kondisi kehamilan ektopik dengan cara pemberian obat-obatan untuk menahan perkembangan embrio. Efek jangka panjang akan dapat terhindarkan jika, kehamilan ektopik dapat terdekteksi sejak dini. jika kehamilan ektopik telah terdektesi sejak dini, hal ini dapat ditangani dengan pemberian obat suntik agar dapat diserap oleh tubuh ibu hamil, hal ini dapat menyebabkan kondisi tuba falopi masih dalam keadaan utuh. Jika kondisi serius, seperti jika tuba falopi telah mengembang, maka dokter akan melakukan operasi.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit.







BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Kehamilan ektopik atau juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang sudah dibuahi tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat ada tempat yang lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba falopi atau saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung telur. Atau dengan kata lain, kehamilan ektopik meruapakan suatu kondisi dimana sel telur yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat seharunya, yaitu uterus.
Kehamilan ektopik  pada tahun 1987 di RSCM terdapat 153 kasus diantara 4007 kehamilan, atau 1 diantara 26 kehamilan. Sementara dalam kepustakaan, dilaporkan angka kehamilan ektopik berkisar diantara 1 : 28 sampai 1: 329 tiap kehamilan. Di Amerika Serikat ditemukan kehamilan ektopik sebesar 2 kasus dalam tiap 100 kehamilan, dan lebih dari 95% melibatkan tuba Falopii.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini.
 Resiko terjadinya kematian pada kehamilan ektopik jauh lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu, kemungkinan terjadinya kehamilan normal yang berhasil juga menurun setelah terjadinya kehamilan ektopik. Walaupun begitu, dengan dilakukannya diagnosis dini yang tepat, angka keselamatan maternal dan konservasi fungsi reproduksi dapat ditingkatkan.

3.2         Saran
1.    Kepada ibu hamil harus menjaga kandungannya supaya tidak terkena kehamilan ektopik
2.    Bila ada keluhan langsung periksa kan ke dokter dan pelayanan kesehatan
3.    Bagi dokter dan bidan harus menangani masalah kahamilan ektopik harus tuntas dan telaten.



DAFTAR  PUSTAKA

  1. Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.
  2. www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-4
  3. Prof. dr. Hanifa W. DSOG, dkk, Ilmu Kandungan,Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999, Hal 250-255.
  4. www.medica store.com/kehamilan ektopik/page:1-4
  5. Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
  6. Arif M. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. Hal. 267-271.
  7. Prof. Dr. Rustam. M, MPH, Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.226-235.
  8. Dr. I. M. S. Murah Manoe, SpOG, dkk, Pedoman Diagnosa Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1999. Hal. 104-105.


Diet Sehat

10 TIPS DIET SEHAT  Menonton apa yang Anda makan adalah salah satu hal terpenting yang dapat Anda lakukan untuk mencegah penyakit jantung da...